Daftar Blog Saya

Senin, 13 Juni 2011

Sejarah Gereja Paroki St. Maria Immaculata Tabanan

Perjalanan Sejarah Gereja St. Maria Immaculata Tabanan

I.                   Pendahuluan
            Sejarah penyebaran agama katolik ke segala penjuru dunia tidak terlepas dari berapa peristiwa penting yang dialami oleh para murid bersama Yesus. Peristiwa itu menumbuhkan iman dan semangat bermisi. Di lain pihak mereka juga pernah mengalami rasa putus asah yang besar dan kehilangan harapan hidup manakalah Yesus wafat di kayu salib. Tetapi semua itu terjawabi ketika Yesus bangkit dari antara orang mati, naik ke surga, dan berjanji akan menyertai mereka melalui Roh Kudus. Mereka percaya bahwa Yesus Kristus yang bangkit itu mengatasi ruang dan waktu dan Roh Kudus yang adalah Pribadi Allah dan Putra akan bersama mereka.
            Roh Kudus adalah pribadi ke tiga Allah Bapa yang melanjutkan karya keselamatan Allah kepada dunia. Pada malam di hari kebangkitan, Yesus menampakkan diri kepada para murid-Nya, “Ia menghembusi mereka dan berkata, “ Terimalah Roh Kudus” (Yoh 20:22). Kehadiran Roh Kudus ini menjadi bukti bahwa Yesus akan menyertai mereka sampai akhir zaman jika mereka mengajarkan apa yang telah Yesus sampaikan kepada mereka (bdk.  Mat 28: 20). Yesus juga berjanji akan memberikan kuasa Roh Kudus yang lebih besar lagi kepada mereka pada waktu hari Pentakosta. Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah di mana mereka duduk, dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing ( Kis 2:2-3).
            Roh Kudus memperbaharui hati para rasul, memenuhi mereka dengan kuasanNya dan mendorong mereka untuk berani mewartakan bahwa; Yesus Kristus adalah Putra Allah. Ia telah wafat dan bangkit. Setelah sebelumnya mereka mengalami ketakutan yang mencekam, sekarang mereka dengan bebas berkata-kata tentang kemulian Allah yang terjadi pada diri Yesus Kristus PutraNya yang Tunggal. Para nelayan, pemungut cukai, pendosa, dan orang yang dianggap rendah oleh masyarakat telah menjadi duta Injil yang bersemangat. Itulah yang membuat para musuh Yesus Kristus tak bisa memahami bagaimana mereka bisa seperti itu. Mereka  menunjukkan suatu luar biasa, kuat menahan kesukaran, penderitaan, dan penganiayaan dengan gembira. Tak ada yang bisa menghentikan semangat mereka yang berkobar-kobar mewartakan dan menghidupi Yesus Kristus dalam diri mereka. Terhadap para musuh yang ingin menghentikan dan menghabisi nyawa mereka, mereka berkata; “ Tidak mungkin bagi kami untuk tidak berkata-kata tentang apa yang kami lihat dan dengar” (Kis 4:20). Inilah faktor utama pembentukan Gereja dan sejak hari Pentakosta Gereja tidak henti-hentinya menyebarkan kabar gembira “ sampai akhir jaman” ( Kis 1:8). Gereja adalah jemaat yang percaya dan mewartakan Yesus Kristus untuk menghadirkan Keselamatan bagi dunia.
            Dalam Buku Iman Katolik dikatakan bahwa; Gereja adalah hasil karya Roh Kudus yang hanya dapat dimengerti dalam  kerangka dan proses karya keselamatan Allah. Manakalah kita ingin memahami perutusan Gereja, pikiran dan hati kita diajak untuk kembali kepada peristiwa di mana para murid berkumpul bersama (bdk. Luk 24:29), berdoa bersama Maria Sang Bunda untuk menantikan kehadiran Roh Kudus yang dijanjikan oleh Yesus sebelum menderita-sengsara-wafat dan dimakamkan. Gambaran gereja yang berkumpul sambil berdoa ini menjadi sumber inspirasi bagi kita saat ini. Bentuk kerasulan dan perutusan mereka tidak dimulai dari program dan metode Pastoral yang cerdas yang ditata sedemikian rapih tetapi merupakan hasil dari kebersamaan dalam doa, satu hati, dan satu iman akan Yesus Kristus (bdk. Evangelii Nuntiandi art. 75). Paus Yohanes Paulus II mengatakan bahwa doa yang penuh iman menjadi sumber pewartaan yang mendahului tindakan nyata. Maka perutusan Gereja hendaknya lahir dari kedalaman relasi manusia dengan Yesus Kristus dalam doa. Tertullianus seorang teolog Katolik yang hidup pada tahun 155-230 dan berasal dari Cartago, sekarang Tunisia berkata; Ia yang pada awal mula kafir dan banyak orang kafir lain mau menjadi pengikut Yesus setelah melihat cinta kasih (kepada Allah dan sesama) yang meraja di antara umat Kristen; “ Lihat bagaimana mereka mengasihi satu sama lain” (bdk. Apologi, 39 paragraf 1)
            Kita adalah buah-buah perutusan Gereja melalui karya Roh Kudus. Di dalam diri kita yang sudah dibaptis terkandung tanda cinta Bapa, Yesus Kristus, dan Roh Kudus sebab ketika kita dibaptis dalam diri kita sudah dikenakan rahmat Allah Tri Tunggal[1]. Tanda Tri Tunggal yang kita kenakan dalam Sakramen Baptis secara langsung mewajibkan kita untuk menjalankan Tri Tugas Kristus ( Imam/ menguduskan, nabi/ mewartakan Yesus, dan raja/ memimpin). Inilah faktor pendorong para misionaris mewartakan Yesus Kristus sampai ke Pulau Bali ini.

2. Latar Belangkang Penyebaran Agama Katolik di Indonesia
Sejarah penyebaran agama Katolik di Indonesia tidak terlepas dari misi perdagangan. Situasi sosial-ekomomi dan perkembangan industrialisasi yang melanda bangsa Eropa mendesak beberapa negara; seperti Spanyol, Portugis, Perancis, Inggris, dan Belanda untuk mengadakan pelayaran ke Asia dan Afrika. Kerjasama dalam hal dagang tidak hanya dilakukan oleh bangsa-bangsa Eropa di atas, tetapi juga dilakukan oleh para pedangan Cina. Perjalanan jauh ke benua-benua baru ini rupanya tidak sia-sia. Di benua baru ini, mereka menemukan banyak rempah-rempah dan kekayaan alam lainnya. Untuk menguasainya monopoli dan kerjasama perdangangan mulai diterapkan. Peperangan diantara mereka pun tak dapat dihindarkan. Hal ini berdampak pada munculnya penjajahan terhadap penduduk pribumi. Misi ini diboncengi dengan misi lain yaitu: penyebaran iman Kristiani sebagaimana perutusan Yesus kepada para murid. Pergilah ke seluruh dunia dan sebarkanlah Injil Kerajaan Allah (Mat 28:19). Para misionaris yang sebelumnya diikutsertakan untuk melayani kehidupan rohani para pelayar, dituntut untuk mewartakan Yesus Kristus. Inilah yang menyebabkan agama Kristiani mendapat penolakan. Sebab agama Kristen bukannya mewartakan Kristus sebagai tokoh pembebas dan penyelamat agar rakyat keluar dari kesulitan sebagaimana kehadiran Yesus di dunia, melainkan mendatangkan penderitaan lewat penjajahan. Sesuatu yang sungguh dirasakan sangat kontradiksi. Selain itu penolakan juga terjadi karena banyak daerah sudah menganut agama Islam, Hindu, dan Budha, serta agama-agama tradisional.
Menghadapi peristiwa kolonialisasi dan pewartaan Yesus Kristus, muncullah sebuah pertanyaan besar yaitu: Apakah misi pewartaan Yesus Kristus akan membebaskan masyarakat dari penderitaan? Karena monopoli perdangangan telah melahirkan penjajahan dan penderitaan masyarakat dalam kurun waktu yang sangat lama. Penolakan terhadap para misionaris terjadi karena, kebanyakan masyarakat Indonesia berpandangan bahwa para misionaris adalah kelompok penjajah. Atau jika mereka bukan termasuk kelompok penjajah kehadiran merekah hanya ingin meninabobokkan mereka dalam penderitaan, dengan menerima penderitaan akibat kolonial sebagai suatu yang wajar sehingga manggut-manggut saja terhadap situasi yang telah terjadi. Di pihak lain kehadiran para misionaris dinilai sebagai proses Kristenisasi sebuah wilayah yang sudah menganut agama-agama tertentu seperti; Islam, Hindu, Budha, dan agama-agama tradisional. Anggapan ini menyulitkan posisi para misionaris. Persoalan besar ini mendorong para misionaris memisahkan diri dari kolonialisme dan berani mewartakan kesejatian Kristus ( Yesus Kristus menyelamatkan kita, keteladanan hidup dalam cinta kasih, dan banyak hal lainnya).

3. Sejarah Kehadiran Agama Katolik di Pulau Bali
3.1. Sejarah Penyebaran Iman Katolik di Bali
                Sejarah penyebaran iman Katolik di Pulau Bali tidak terlepas dari surat undangan yang dilayangkan oleh Raja Klungkung kepada Pemerintahan Portugis di Malaka pada tahun 1635. Dalam surat itu Raja Klungkung mengungkapkan keinginan yang besar dan perasaan bahagia jika pemerintahan Portugis mau menjalin kerjasama dagang[2] serta memberi kebebasan kepada para imam untuk mewartakan Yesus Kristus. Undangan ini menunjukkan kepada kita bahwa Raja Klungkung adalah  seorang pemimpin yang terbuka. Keinginan untuk memajukan rakyak Bali tidak melulu hanya pada sektor ekonomi dan kebudayaan, tetapi lebih dari itu yang menyangkut hal dasariah yang menjiwa setiap insan yaitu iman. Sebagai Raja atau orang nomor satu di Kerajaan Klungkung, Raja Klungkung ternyata menemukan titik temu atau keterkaitan antara iman, budaya, dan ekonomi begitupun sebaliknya.
            Surat undangan ini mendapat tanggapan dari Pastor Manuel Carualho Sj dan Pastor Azeuado SJ. Kedua orang ini datang dengan gembira. Saat surat ini dilayangkan, kekuatan imperialisme ke wilayah Nusantara melalui kerjasama dagang dan penyebaran iman di kuasai oleh Portugis dan Belanda. Persaingan antara kedua negara ini seringkali mengakibatkan terjadinya pertempuran. Belanda kemudian tampil sebagai kekuatan baru yang menguasai jalur perdagangan. Untuk menjawabi kebutuhan umat yang sudah beragama Katolik maka dikeluarkannya Traktat di Lissabon ibu Kota Portugal pada tahun 1859 antara Portugal dan Belanda. Dalam traktat itu dikeluarkannya keputusan yang meminta supaya Belanda yang beraliran Kalvinis tetap memperhatikan pelayanan keagamaan umat Kristiani dengan menyediakan tenaga imam[3]. Inilah alasan yang melatarbelakangi munculnya pemisahan antara urusan pemerintahan dan keagamaan. Munculnya Belanda yang beraliran Kalvinis perlahan-lahan mengakibatkan perubahan pandangan terhadap kolonialis dan misi perwartaan Yesus Kristus.
            Pergantian dari tangan Portugis ke Belanda mengakibatkan pelayanan keagamaan bagi umat Katolik tidak dilaksanakan dengan baik, karena hampir tidak ada imam Katolik. sampai pada tanggal 25 Mei 1891 dengan dikeluarkan surat ijin Gubernur Jenderal Hindia Belanda tentang injinan para missionaris bekerja di Pulau Bali. Tetapi sayang tidak ada catatan sejarah yang bisa kita jadikan sebagai informasi pewartaan iman katolik pada masa-masa awal ini.
Pada tanggal 24 Februari 1921 Mgr. Petrus Noyen SVD prefek Apostolik Nusa Tenggara tiba di Bali dan berpesan ,” Semoga waktunya tiba ketika kita bisa bekerja di Bali, tetapi hanya imam-imam yang rendah hati, sabar, kudus dan terpelajar yang bisa berhasil berkarya di tengah-tengah orang Bali. Selama 10 tahun awal misi tidak ada hasil yang dapat dicapai. Tetapi ketika tiba saatnya panenan, saya percaya bahwa orang Kristen Bali akan menjadi teladan umat beriman di Indonesia. Mereka akan menjadi orang-orang yang mampu mengisi posisi di perniagaan, seni dan politik, dan juga pemerintahan. Dalam roh saya telah membayangkan Bali dimahkotai dengan Gereja-gereja Katolik”. Harapan yang besar ini hendaknya menjadi bahan permenungan kita masing-masing.

3.2. Sejarah Penyebaran Iman Katolik di Wilayah Tabanan
3.2.1. Sejarah Pertama Penyebaran agama Katolik di Piling
Kendati tanggal 8 Desember 1969 merupakan tonggak sejarah berdirinya Gereja Katolik di wilayah Tabanan, namun sesungguhnya sudah sejak tahun 1955 Agama Katolik telah diimani oleh umat Piling, Kecamatan Penebel. Hal ini dapat dilihat dalam buku Permandian Paroki Tangeb. Sampai dengan Desember 1967 pencatatan permandian digabungkan dengan catatan permandian Paroki Tangeb. Ketika itu 3 tokoh asal Piling (Pan Subakti, Pan Satra, Suryani) menyatakan kesediaan untuk menjadi pengikut Kristus. Pelajaran agamanya dilakukan di Tangeb dibawa bimbingan Pastor Kersten, SVD dan dibantu oleh guru agama : Pan Regig dan Anak Agung Glegig.
Waktu itu secara berkala Pastor Kersten, SVD mengunjungi Piling dari Tangeb (bdk. Buku Permandian Tangeb). Tahun 1956 ada 10 keluarga dari Piling mengikuti pelajaran Agama. Pelajaran Agama dibuat di rumah Kiang Sukanada. Sekali seminggu Pastor datang mengunjungi dan melayani umat dibantu oleh seorang suster perawat, Sr. Fanggraisa SSpS, yang berdomisili di Tuka, Dalung. Tahun 1957 dibangun sebuah Kapela darurat, yang terbuat dari tiang kayu dan berdinding gedeg di tempat yang sama seperti sekarang. Semua kegiatan kebaktian dan pelayanan sakramen lain dibuat di kapela tersebut walaupun pencatatannya dimasukkan dalam pembaptisan Tangeb. Sejak adanya Kapela Darurat, pelayanan umat mulai terkonsentrasi hingga pergantian pastor pengunjung tidak tepat dari Denpasar. Dari Pastor Kersten, SVD dan Flasca, SVD sampai kepada Pastor Herman Embuiru, SVD. Lepas dari masa bakti pastor–pastor tersebut, pembangunan gedung Gereja akhirnya dimulai perlahan-lahan oleh Pastor pengganti, P. Yosef Seeberger, SVD hingga akhirnya menjadi Kapela permanen sebagaimana saat ini dengan nama pelindung “Santo Mikhael”, malaikat agung.
Sedangkan di Jatiluwih, kecamatan Penebel, iman umat berkembang baik. Tawaran keselamatan khas katolik yang menarik menjadi sebab tersendiri mengapa orang tertarik dengan agama katolik disamping pendekatan pastor yang begitu menyentuh. Sayangnya, Karena kurang koordinasi dan lemahnya motivasi maka umat Jatiluwih tidak dapat bertahan dalam iman menghadapi situasi masyarakat mayoritas. Banyak yang murtad atau tidak lagi menjadi pengikut Tuhan. Kembalinya orang-orang tersebut merupakan suatu refleksi bagi kebijaksanaan pastoral yang ada.
            Data perkembangan umat selama Periode tahun 1955 sampai 1965, menunjukkan bahwa tidak adanya pertambahan jumlah umat. Tetapi di lain pihak perkembangan umat di Buruan semakin terasa. Jadi masa penanaman iman Katolik di wilayah Tabanan berawal dari Piling kemudian menyusul Buruan, dan akhirnya menuju Tabanan Kota.

3.2.2. Sejarah Pertama Penyebaran Agama Katolik di Tabanan           
Setelah merasa diterima oleh umat di wilayah Tabanan, P. Y. Seeberger, SVD mulai menabur benih Sabda Allah juga di tempat lain. Tabanan kemudian begitu diperhatikan. Alasannya sederhana, masalah praktis yaitu kestrategisan. Tabanan letaknya ditengah-tengah antara Denpasar dan tempat-tempat lain yang telah menerima Sabda Allah seperti Piling dan Penganggahan. Tanggal 8 Desember 1969, sejarah Gereja Katolik di pulau Bali mencatat suatu peristiwa yang menarik. Betapa tidak, saat itu diresmikan sebuah kapela di Tabanan kota (Banjar Tegal, Jl. Ratna no. XII/4) diatas tanah seluas 5 are dari seorang Islam seharga Rp. 650.000,-. Dari sinilah pastor menjelajahi tempat-tempat lain dalam memeterainya dengan  Firman Tuhan seperti Penganggahan, Bajera, Buruan, Jatiluwi. Kemudian tanggal 8 Desember dijadikan waktu  berdirinya Gereja Katolik di wilayah Tabanan, salah satu paroki di Keuskupan Denpasar. Di saat mana Bapak Uskup Paulus San Kleden, SVD berkenan memberkatinnya sebagai tempat ibadah pertama. Dalam khotbahnya Bapak Uskup mengatakan; “Gereja di Tabanan dengan ini, mulai tumbuh dari nol. Gereja Tabanan sekarang sudah ada dari tidak ada.” Ini perlu mengingat sampai dengan saat ini kegiatan Pastoral dan atau  pertemuan keagamaan lainnya berlangsung di sebuah rumah keluarga pedagang (keluarga Suwitra). Dengan dibelinya rumah tersebut yang kemudian dijadikan kapela awal, maka program pembinaan mulai semakin berlanjut dan intensif. Kapela pertama ini (di Jalan Ratna XII/4) bertahan hingga tahun 1980.
Sebetulnya Tabanan dijadikan basis karya Gereja bermula dari kunjungan P. Y. Seeberger, SVD dan visitasi pastoralnya sebagai Sekretaris Keuskupan, sampai beliau akhirnya dipercayakan secara resmi sebagai pastor paroki Tabanan bertepatan dengan peresmian Kapela pertama.
Melihat perkembangan umat semakin meningkat maka dirasa perlu dibangun sebuah gereja permanen. Maksud ini baru tercapai pada tahun 1969 tatkala dibeli sebidang tanah (sawah) seluas 20 are milik keluarga Suwitra, seharga Rp. 300.000,- yang peletakan batu pertamanya pada tahun 1977. Melihat bahwa diperlukan halaman yang luas, maka dibeli lagi dari pemilik yang sama tanah seluas 10 are seharga Rp. 250.000,-. Mengingat lokasi gereja yang dibangun letaknya di tengah sawah tanpa jalan masuk apalagi berjarak 50 meter dari jalan raya (sekarang Diponegoro, dulu jalan Sundurmerta), maka timbul permasalahan baru. Bagaimana mengusahakan jalan masuk tersebut ? Setelah menempuh pendekatan baik dengan pemerintah (Kepolisian) ternyata masalah itu dapat diatasi. Berkat kuasa Tuhan melalui seorang Letnan Kolonel Bambang Sutopo Wonoboyo selaku Danres, tanah milik pemerintah tersebut dapat diperoleh.
Pembangunan Gereja pun dimulai hingga akhirnya selesai pada Natal 1981. Selama sekian tahun itu tak kurang partisipasi dan swadaya umat. Sedangkan nama pelindung Gereja itu sendiri disesuaikan dengan waktu berdirinya Gereja Katolik di wilayah Tabanan yaitu 8 Desember. Karena itu digunakan nama pelindung “Santa Maria Immaculata.” Adapun lokasinya terletak di Jalan Singosari 3 Tabanan.
Dengan tersedianya tempat ibadah yang baru ini, yang tentunya juga menambah kegiatan lain, maka pada pertengahan tahun 1969 Pastor mulai menetap di Tabanan kota. Tabanan kota lalu resmi menjadi pusat paroki. Catatan atau register permandian dialihkan dari Tangeb.
Sebagai langkah berikut mulai dipikirkan sebuah tempat tinggal pastor atau pastoran. Kebetulan saat itu ada sebuah losmen milik pengusaha pribumi asal kerambitan yang terletak di tengah kota ingin dijual. Tahun 1977 pastor lalu membeli losmen tersebut di atas tanah seluas 36 are dengan harga Rp. 42.000.000,-.
Pembelian bangunan tersebut untuk dijadikan pastoran dan pusat segala urusan kegerejaan. Direncakan antara lain membangun sebuah sekolah lanjutan tingkat atas (SMA) di tanah bagian belakang. Sedangkan di bagian depan dibuka susteran dan asrama putri. Kecuali itu dipakai juga sebagai tempat pertemuan umat dan kegiatan non formal seperti memasak dan menjahit. Yang terakhir ini terbuka untuk umum. Untuk Asrama putra pun direncanakan di Br. Tegal. Namun karena dirasa kurang relevan maka rencana tersebut dialihkan menjadi sebuah tempat tinggal. Praktis hingga kini sebagian dari rencana tersebut belum direalisir.
Dibentuk pula Dewan Paroki. Kendati secara organisatoris belum memadai namun sudah memiliki rencana kegiatan yang dapat dipertanggungjawabkan. Kehadirannya demi mengurus perkembangan Gereja. Bentuk-bentuk kegiatannya disesuaikan. Namun ada beberapa yang patut diperhitungkan. Kita sebut antara lain. Pertama : adanya “Wadah Sosial.” Wadah ini bergerak di bidang suka duka. Dibentuk pada tahun 1973. Bentuk kegiatannya berupa pencarian dana bagi para keluarga yang terkena musibah, entah sakit atau karena bencana alam ataupun kematian. Juga membantu keluarga yang melahirkan ataupun menikah. Kedua : Rukun ibu-ibu Paroki. Kelompok ini bertujuan selain mempererat persaudaraan antara ibu se Paroki Tabanan juga sebagai suatu sarana untuk menimba pengetahuan lebih-lebih yang berkaitan dengan urusan rumah tangga seperti kesehatan dan pendidikan anak. Umumnya kegiatan ini disertai dengan arisan. Ketiga ; SSV (Serikat Santo Vincentius). Kelompok ini bergerak di bidang bantuan bagi keluarga terutama bagi yang lemah ekonominya. Bentuk kegiatannya dapat berupa mengunjungi orang sakit ataupun member hiburan. Ketiga kelompok atau wadah ini dibentuk sekitar tahun 1970-an.
Dalam perkembangan selanjutnya di tahun 1980-an kelompok–kelompok di atas cukup membantu karya Gereja bagi rakyat kebanyakan bukan saja yang beragama Katolik tetapi juga non Katolik. Di kemudian hari dibentuk lagi beberapa kelompok atau wadah yang pada inti kegiatannya sama yaitu memperhatikan umat, berikut menggalang persaudaraan serta mengembangkan iman. Hal ini dapat kita lihat dalam kelompok Pemerhati Sosial. Sekolah Minggu dan juga Legio Maria.

3.2.3. Sejarah Pertama Perkembangan Umat di Penganggahan
            Sejarah hadirnya Gereja Katolik di Penganggahan terjadi Pada Tahun 1969. Misi pertama dimulai oleh seorang tokoh masyarakat dari Penganggahan bernama Bpk. I Wayan Witera (alm) atau dikenal dengan panggilan Pan Rati. Bpk. I Wayan Witera/ Pan Rati terdorong oleh keinginan yang besar untuk mengenal  Iman Katolik. Ia datang dan menemui seorang tokoh umat Katolik dari Piling yang bernama Pan Subakti. Pan Subakti kemudian mengajaknya untuk bertemu dengan Pastor Yosep Seeberger SVD. Dalam pertemuan itu ia banyak bertanya tentang iman katolik sekaligus bertanya tentang kematian anaknya yang oleh pandangan masyarakat bali terkena leak. Dari pertemuan dan diskusi iman itu, Bpk Wayan  Witera kemudian memutuskan untuk menjadi Katolik dan dibaptis bersama dengan 6 orang  warga Penganggahan lainnya yaitu Pan Agus, Pan Suparka, Pan Parwati, Pan Landra, Pan Sukarta dan Pan Widri. Selama 8 bulan mereka belajar tentang iman Katolik. Mereka juga merayakan perayaan Ekaristi Kudus di Piling dengan berjalan kaki. Mereka tak kenal lelah menempuh perjalan jauh menuju Piling, menyeberang sungai, naik turun gunung, terkadang mereka kehujanan atau terbakar teriknya matahari.
            Pembaptisan Pertama kali dibuat di Penganggahan dan disaksikan oleh Kepala Desa setempat bersama Bapak Mayor Cok Gede Oka J. M. Sudharsana. Untuk pembinaan lanjut digunakan tenaga yang ada, yang berasal dari umat sendiri, yaitu Pan Subekti, Pan I Wayan Badra dan Pan Simon. Kadangkala Pastor mendatangkan guru agama awam dari Tuka dan Padang Tawang (Pan Paulus dan Pan Parwa).
Setelah sekian lama mengikuti misa di Piling akhirnya ditetapkan bahwa rumah Pan Rati  adalah tempat untuk merayakan ekaristi. Inilah awal mula umat Pengangahan menerima kunjungan tetap seorang imam dan agama Katolik mulai dikenal umat Pengganggahan. Beberapa waktu kemudian mulai dipikirkan adanya tempat ibadah yang permanen. Ini bisa dimaklumi karena sampai dengan saat itu kegiatan keagamaan berlangsung di rumah umat. Pertimbangan awal adanya sebuah tempat ibadah sederhana sekali. Antara lain dikatakan supaya umat tidak lelah. Mengapa ? Sebab, sebelumnya kegiatan keagamaan difokuskan di Piling yang berjarak 3 km dari Penganggahan. Selain alasan tersebut ada juga alasan lain yaitu demi pematangan hidup kekatolikan disamping pengitensifan pembinaan.
Rencana pembangunan tempat ibadah pun akhirnya terwujud. Gereja pun dibangun diatas tanah seluas 15 are dengan harga Rp. 3.000.000,-. Untuk sekian kalinya Nampak cukup menonjol swadaya umat bukan hanya umat di Penganggahan tetapi juga umat di Piling ikut membantu. Itu terjadi pada Januari 1971, 2 tahun kemudian tepatnya pada tanggal 13 Februari 1973 tempat ibadah atau gereja selesai dibangun dan diberkati Mgr. A. Thijssen, SVD, Uskup Bali pengganti Mgr. Paul Sani, SVD yng meninggal pada tanggal 10 November 1972. Gereja lalu diberi nama pelindung “Martinus de Porres”, seorang bruder OP yang bekerja di Lima (Peru), pecinta kaum miskin dan sederhana. Rencana berikutnya adalah pengadaan tanah pekuburan. Doa dan usaha umat berpadu. Hasilnya diperoleh tanah seluas 1 are yang diberikan secara cuma-cuma oleh masyarakat setempat sebelum diambil kembali karena persoalan intern. Kini Penganggahan juga memiliki kekayaan berupa tanah sawah tegalan seluas 44 are, tanah tegalan seluas 40 are, tanah pekuburan yang baru seluas 7 are disamping tanah lokasi Gereja seluas 15 are.
           


3.2.4. Sejarah Pertama Perkembangan Umat di Bajera
Bagaimana perkembangan iman umat di Bajera, 18 km dari Tabanan ? Ada pelayanan secara berkala dari Tabanan. Tersebutlah beberapa keluarga non Bali yang bertugas sebagai anggota Polri, boleh disebut sebagai awal mula kehadiran agama Katolik di sana. Sebelum dibangun tempat ibadah tetap yang sederhana seperti sekarang ini di atas tanah seluas 2 are, yang terletak di pinggir jalan raya Bajera, kegiatan keagamaan dan pertemuan persaudaraan lainnya berlangsung di rumah keluarga. Menurut catatan yang ada iman umat cukup kuat menghadapi berbagai tantangan hingga akhirnya membentuk diri dengan pola dan struktur sebagai mana ada sekarang.
Umat yang mengawali cikal bakal kapela stasi Bajera adalah : Keluarga Bartholdus Parera, Keluarga Ibu Djum dan saudara Bp. Kemis, Keluarga Kakiran, Keluarga Slamat, Keluarga Patlan, Om Ba’a. Stasi Bajera dan Kapela dibentuk dan dirikan pada tahun 1969. Berkat kerelaan keluarga Ibu Djum dan didukung saudaranya Bp. Kemis, Bp. Barholdus Parera niat baik ini disampaikan kepada P. Seeberger, untuk membeli tanah dan bangunan dari keluarga Ibu Djum. Umat Stasi Bajera memperoleh pelayanan dan pelajaran agama dari P. Seeberger dan P. Flaska, SVD (Gumbrih P. De Bour salah satu suster orang Belanda. Keberadaan umat Stasi Bajera diterima baik oleh masyarakat Bajera. Aktifitas keagamaan berjalan baik tidak ada kekerasan, ancaman, larangan. Bapak Bartholdus Parera, selaku Kapolsek sekaligus sebagai umat katolik, ikut aktif membangun desa Bajera. Jalan-jalan ke desa, sekolah SLB, SMPN, mendirikan club sepak bola. Memberikan penyuluhan tentang pentingnya Kamtibnas, pentingnya toleransi, solidaritas dalam hidup bersama. Kawanan kecil ini berusaha untuk memberdayakan segala sarana kemasyarakatan untuk menjalin persaudaraan dan kerukunan. Kalau hari Natal, Paskah mereka datang dari Bajera ke Kapela Tegal menginap. Jadi sangat kuat komunitas kecil ini mencoba hidup secara inklusif, membaur dengan lingkungan. Sekarang jumlah umat Bajera semakin bertambah. Mari kita terus berjalan dalam nama Tuhan kita Yesus.

3.2.5. Sejarah Penyebaran Agama Katolik di Wilayah Santo Fransiscus Xaverius Bedugul
                Pada tanggal 11 Februari 1972 umat Bedugul menerima pelayanan perdana dari Paroki Tabanan, bertepatan dengan Pemberkatan Pernikahan Bapak Fransiscus Xaverius Ariadi dengan Ibu Maria Made Arpini, sekaligus Permandian anaknya bernama Robert Bagus Wiranata oleh Pastor Yosef Seeberger,SVD. Saat itu ada 2 keluarga yang menetap di daerah Baturiti Bedugul, yaitu Keluarga Bapak Lies dan Keluarga Bapak Frans Ariadi. Saksi hidup yang masih ada sampai sekarang adalah Ibu Maria Susdiadi dan Mama Maria Made Arpini.
            Sejak saat itulah kedua keluarga ini mulai menerima pelayanan misa dari paroki St. Maria Immaculata Tabanan. Pelayanan misa diterima sekali sebulan. Tempatnya berpindah-pindah atau bergantian dari rumah Bapak Frans Ariadi, rumah Bapak Lies, gedung SD 1 Baturiti, dan pernah di Jember Hotel Pekarangan Baturiti. Akhirnya pada tahun 1998, atas ijin dari Banjar Adat Bukit Catu, Bapak Frans Ariadi membangun sebuah tempat sembahyang khusus sekaligus juga mendapat tanah kuburan khusus untuk keluarganya. Seiring waktu antara tahun 1997–2004, umat Katolik di wilayah Baturiti – Pancasari mulai bertambah dengan bergabungnya keluarga Pak Mus, Pak Anton Sayo, dan beberapa anak muda Katolik. Kebanyakan umat Katolik saat itu tidak saling mengenal satu sama lain karena mereka mengikuti ibadah di tempat yang berbeda di beberapa gereja Protestan. Bapak Frans Ariadi kemudian mengumpulkan dan mengundang mereka untuk mengikuti misa di Kapel Bukit Catu setiap hari Kamis Minggu ke-4 setiap bulan.
            Pertengahan tahun 2004 atas usul Bapak Frans Ariadi mulai diadakan DOA ROSARIO dari rumah ke rumah seminggu sekali. Pada bulan September 2005 atas prakarsa Romo Martanto, Pr dibentuklah BASIS SANTO FRANSISCUS XAVERIUS BEDUGUL. Basis yang diresmikan oleh Romo Klemens Bere, Pr pada bulan Maret 2006 ini, beranggotakan 12 KK, dengan ketua basisnya Sdr. Leo Esti Komianto. Tanggal 21 Mei 2006 basis ini mendapat sumbangan bangku dari umat Stasi Penganggahan. Sejak saat itu, mereka rutin menerima pelayanan misa setiap hari Minggu. Hal tersebut ditambah dengan kehadiran BIARA KARMEL sangat membantu mempertahankan iman umat Katolik di wilayah Baturiti - Bedugul – Pancasari.
            Pada tanggal 8 Januari 2007 diadakan Perayaan Natal Bersama di Aula Wisma PLN Bedugul. Perayaan tersebut diadakan untuk memperkenalkan diri kepada pemerintahan dan masyarakat Baturiti, bahwa di wilayah tersebut sudah ada umat Katolik. Dalam rangka untuk membina hubungan dengan masyarakat setempat, umat Katolik Wilayah Baturiti – Bedugul juga pernah mengadakan kegiatan Donor Darah dua kali, bekerjasama dengan PMI Tabanan, yang saat itu disumbangkan untuk korban tsunami Aceh dan korban gempa Jogja.
            Sejak bulan Januari 2007 umat di wilayah Baturiti–Bedugul dititipkan oleh pastor paroki ke Biara Karmel, untuk mengikuti misa setiap hari Minggu. Dan pada bulan Juni 2010, dengan adanya pemekaran wilayah dari paroki, terbentuklah secara resmi, Wilayah Santo Fransiscus Xaverius Bedugul, yang beranggotakan 20 KK sampai saat ini.
            Sebelum adanya pelayanan misa rutin dari paroki, umat yang ada mengikuti ibadah di beberapa gereja Protestan. Begitu banyak tantangan yang mereka hadapi berupa rayuan, pertanyaan-pertanyaan yang mengganggu perasaan umat, tetapi untungnya mereka bisa tetap teguh dengan iman yang dimiliki, sehingga tetap menjadi umat Katolik sampai sekarang ini. Belum lagi adanya sedikit masalah, tidak diijinkannya mengadakan misa setiap hari Minggu di Biara Karmel, membuat umat misa berpindah-pindah tempat. Syukurlah akhirnya Biara Karmel mendapat ijin, sehingga kini setiap Hari Minggu umat bisa mendapat pelayanan misa secara rutin.
            Tantangan yang masih dihadapi sekarang adalah kesulitan mengumpulkan semua umat karena wilayah yang berjauhan meliputi Luwus sampai Asah Gobleg (Singaraja). Umat di Baturiti – Bedugul sangat mengharapkan kunjungan rutin dari Dewan Paroki dan Pastor Paroki untuk menyemangati mereka. Harapan jangka panjang serta doa mereka adalah suatu saat bedugul bisa menjadi PAROKI sendiri.

3.3. Sejarah Perkembangan Umat Selanjutnya di Paroki St. Maria Immaculata Tabanan.
Ada baiknya pada bagian ini diperlihatkan juga kendala ataupun “benturan” kepentingan –kepentingan. Bersamaan dengan perkembangan yang ada sejarah Gereja Tabanan pun mengalami berbagai “benturan” pada masa-masa awal pertumbuhannya, yang akhirnya menjadi semacam berkat dalam kebersamaan bagi hidup dan perkembangan karya misi. Semua “benturan” tersebut selalu dapat dikembalikan pada kebijaksanaan pastoral dan motivasi para penganutnya serta kebijaksanaan kelompok mayoritas. Terjadinya pembatasn relasi atau pengisolasian sampai kepada pemakaman jenazah, dapat dijelaskan dari sorotan di atas.
Perkembangan umat dan kehidupan umat beragama bertumbuh semakin subur. Kehidupan intern maupun ekstern berkembang baik. Kehadiran agama katolik mempunyai dampak positif bagi masyarakat sekitarnya. Upaya konsolidasi umat dalam suatu cummunio (persekutuan persaudaraan) yang melayani. Yang dijadikan visi dasar paroki Tabanan, mendapat tanggapan yang baik. Dibentuk juga stasi-stasi dan kelompok-kelompok umat untuk menjembatani persoalan keefektifan pelayanan, termasuk urusan administrasi. Stasi dan kelompok umat tersebut sebagai berikut. Stasi Piling,Stasi Penganggahan dan 4 kelompok umat (Bajera, Buruan, Mengwi, Baturiti, Candi kuning).
Pada periode tahun 1969-2010 Paroki Tabanan ditandai dengan pergantian para pastor Paroki dan Pastor Pembantu. Setelah Pastor Y. Seeberger, SVD dipercayakan untuk melayani umat katolik Bali di Poso (Sulawesi Utara, Keuskupan Manado) di tahun 1985, berturut-turut datang para pastor pengganti. Kita sebutkan secara berurutan : 1). Rm. Petrus Nyoman Giri, Pr (ex).Beliau berkarya di Paroki Tabanan selama kurang lebih setahun (1985 – 1 September 1986). 2). Rm. Philipus Wayan Jaya, Pr (ex). Beliau berkarya di Paroki Tabanan selama kurang lebih 5 tahun sejak 25 Agustus 1986 – 20 Januari 1991. 3). Rm. Lucius Nyoman Purnawan, Pr. Masa Bakti beliau sebagai pastor pembantu sejak 1 November 1986 sebelum dipindahkan ke Lombok (Gereja Katolik Santo Antonius, Ampenan) sebagai pastor paroki. 4). Rm. Damianus Djanggu, Pr. Beliau berkarya di Paroki Tabanan selama 4 tahun. Terhitung sejak tahun 1991 – 15 September 1994. 5). Rm. D. I Gst. Bgs. Kusumawanta, Pr. Beliau berkarya di Paroki Tabanan semenjak 15 September 1994. Beliau dibantu oleh Rm. Hendrik Ladjar, Pr. 6). Pastor Ambrosius SMF. 7). Pastor Bartolomeus Bere Pr. 8). Pastor Damianus Janggur Pr. 9). Pastor Koor Smith SVD. 10). Pastor Hendrikus Ladjar Pr. 11). Pastor Kris Ministi Pr & Agus Sugiarto Pr. 12). Pastor Tarsisius Nahak. 13). Pastor Robert Rewu SVD. 14). Pastor FX Sunardiana Pr. 15). Pastor Flavianus Endy Pr. 16). Pastor Stefanus Dadur Pr. 17). Pastor Yohanes Martanto Pr. 18). Pastor Klemens Bere Pr. 19). Pastor Yoseph Herman Babey Pr. 20). Pastor Patrisius Woda Fodhi Trisno Pr
Para Pastor yang selama ini bertugas di Paroki St. Maria Immaculata Tabanan mencoba untuk meneruskan arah dasar yang sudah dimulai oleh para pendahulunya. Mereka mencoba untuk membentuk persekutuan umat beriman Paroki St. Maria Immaculata Tabanan yang kuat dan kokoh berdasarkan Yesus Kristus. Diikat oleh visi dasar tersebut para pastor berupaya sekuat tenaga untuk memasyarakatkannya sekaligus menjadikannya arah dasar gerakan pastoral. Penekanan ini justru menjadi penting mengingat umat di wilayah Tabanan (Piling, Penganggahan, Bajera, Buruan kemudian ditambah Baturiti dan Mengwi, Candi Kuning) adalah umat yang berdiaspora. Factor jarak atau terpencarnya umat menjadi salah satu alas an mengapa diperlukan suatu visi yang mengumat. Ada yang sampai 17 km, malah sampai berjarak 41 km. Belum lagi di kota Tabanan sendiri berdiam rupa-rupa suku bangsa.
Perkembangan jumlah umat dari gereja perdana. Sejak awal ada beberapa umat perdana dari Paroki St. Maria Immaculata Tabanan. Mereka adalah; Keluarga Suwitera, Keluarga Fransiscus Naro, Keluarga Bartolus Parera, Keluarga Kemis, Keluarga Rosa, Keluarga Maridi, Keluarga Ignatius I Gst Putu Jayadi, Ibu Mekel Sukri, Ibu Velisitas I Gst Ayu Komang Sukerni, Ibu Nani, Keluarga Supadi, Keluarga Marthinus Sukarno, Keluarga Anton, Keluarga Sunyoto, Keluarga Bambang Sutopo, Keluarga Robert Parera, Keluarga Suwarma, Keluarga Sunardi, Keluarga Seledri, Ibu Jum, Om Ba’a, Keluarga Patlan, Keluarga Slamet, Keluarga Katiran, Keluarga Yohanes Theresia, Keluarga Yan Coorengel, Keluarga Gildus Djie, Keluarga Robert Laka, Keluarga Jarna, Keluarga Efendi, Keluarga Bangsiong, Keluarga Samudera Kentjana, Keluarga Wowiling. Jadi perkembangan jumlah umat dapat terlihat jelas dari sktr 30an (KK) sampai data per2010menjadi sekitar 300 KK , dari hanya sekitar kurang lebih 100 orang jiwa pada tahun-tahun awal menjadi sekitar 1300 orang jiwa pada tahun 2010.
Dari data karya pewartaan pada awal-awal kehadiran iman Katolik, dapatlah disimak bahwa keperintisan karya misi atau evangelisasi justru diandalkan pada kontak langsung dengan umat. Segi “kontak langsung” selalu mendapat tempat pertama setiap kali membawa Warta Gembira. Yang penting ialah mempermandikan orang yang dengan ikhlas hati ingin bergabung dalam pangkuan Gereja Katolik. Nanti, ketika jumlah umat bertambah dan perlunya pelayanan yang intensif, maka kebutuhan akan pastoral menjadi begitu mendesak. Kontak langsung tersebut di atas dirasa cocok. Benih yang ditabur dengan susah payah akan bertumbuh dan menghasilkan buah yang baik dari waktu ke waktu hingga menghasilkan 475 jiwa dengan 107 KK. Kita dapat urutankan sebagai berikut : 1). Tabanan kota (pusat paroki). Tabanan kota ini membawahi 2 kring. Pertama, Kring Santa Maria dengan jumlah jiwa 105 (25 KK). Kedua Kring Santo Yoseph (Kediri, Mengwi, Baturiti, Candi Kuning) dengan jumlah jiwa 135 jiwa (37 KK). 2). Stasi Piling terdiri dari 75 jiwa (24 KK). 3). Stasi Penganggahan terdiri dari 53 jiwa (12 KK). 4). Kelompok Umat Bajera terdiri dari 7 jiwa (5 KK). 5). Kelompok umat Buruan terdiri dari 12 jiwa (4 KK).
Jumlah Wilayah sejak awal adalah 2 wilayah yaitu Wilayah St. Maria dan St. Yosef , sejak 1996 karena tumbuhnya satu kantong baru umat di Perumahan BTN Sanggulan Indah maka dibentuklah satu Wilayah lagi menjadi 3 wilayah dengan ditambahkannya Wilayah St. Yohanes Pembaptis Sanggulan Tabanan. Dan akhirnya karena besarnya pertumbuhan umat baru maka pada tanggal 25 Juli 2010 seluruh wilayah Paroki St. Maria Immaculata Tabanan dimekarkan menjadi 7 wilayah Yaitu Wilayah St. Maria, Wilayah St. Petrus, Wilayah St. Paulus, Wilayah St. Yohanes Pembaptis, Wilayah St. Yosef, Wilayah St. Monica dan Wilayah St. Fransiskus Xaverius.

Paroki kita ini tidak lepas juga sudah menelurkan beberapa biarawan-biarawati , beberapa nama mereka adalah sbb : Pastor dan suster + seminaris. Romo Ketut Sudiana (Stasi Buruan), Suster Rafael Suciati (Stasi Buruan), Suster Sabina (Stasi Piling), Suster Lidwina (Paroki Tabanan), Frater Rian (Semingari Tinggi Malang), Frater Widi (seminari tinggi ritapiret).
Sejak 1969 -2010 nama-nama umat yang menjadi Ketua DPP adalah sbb: 1).Bapak Parera. 2). Bapak Suwitera. 3). Bapak Djie. 4). Bapak Jarna. 5). Bapak Robert Laka. 6). Bapak Ketut Satra. 7). Bapak Frans Patarruk. 8). Bapak Marthinus Parera. 9). Bapak Ari Mardawa Kencana.
Kita yakin bahwa semangat visi cummunio yang melayani, dapat berhasil bila diresapi juga oleh semangat solider dengan orang yang jauh dari perhatian (miskin). Oleh bersatu dalam semangat dan jiwa pelayanan Tuhan Yesus terhadap orang-orang yang demikian, diharapkan umat semakin melihat secara benar dan tepat, apa sesungguhnya bisikan Roh Kudus yang darinya dapat diambil suatu sikap solider yang benar dan tepat pula dengan kelompok manusia tersebut. Ini tepat mengingat sebagian umat paroki Tabanan berdiam di pedesaan dan bermatapencaharian sebagai petani. Respek dan preferensi bagi kelompok orang kecil, sederhana dan miskin harus dapat menumbuhkan sikap-sikap apostolic bagi semua pelayanan pastoral gerejani yang konkrit.
Patut diangkat disini peran kehadiran para suster Putri Renha Rosari (PRR) sejak 8 September 1986 di Tabanan (Piling). Bertepatan dengan pesta kelahiran Bunda Maria. Pada bulan April 1991 para suster PRR membuka cabang di Tabanan kota. Mereka dipercayakan menangani karya social (Penitipan anak dan asrama putrid), pendidikan dan pastoral. Kecuali itu juga kehidupan paroki cukup dibantu dengan kehadiran para suster Asosiasi Lembaga Misionaris Awam (ALMA). Kehadirannya membantu kehidupan dan pertumbuhan iman dan karya social gerejani. Itulah sebabnya bukan suatu kebetulan pastor mengundang para suster ALMA di tahun 1982, tanggal 19 Agusuts mereka berkarya di Tabanan (Jalan Darmawangsa 6A) dan mendirikan Yayasan Cabang Bhakti Luhur yang berpusat di Malang. Kita boleh berbangga bahwa berkat daya pikat umat katolik, maka bibit-bibit iman terus bertumbuh. Hasilnya paroki kini telah menghasilkan 1 orang imam (Rm. Yasa Widharta MSF) dan 3 orang suster (Sr. Sylvana OSF, Sr. Rafael PIJ, Sr. Lidwina OSU) serta sejumlah calon iman dan suster.
Melihat sejarah perkembangan yang ada, kita patut bersyukur kepada Tuhan dan kepada semua saja. Karya Tuhan sungguh tak terbendungkan. Dia memakai manusia ciptaanNya untuk mewujud nyatakn apa yang dikehendakiNya. Benih yang ditabur 25 tahun yang lalu. Kini menghasilkan buah-buah yang baik. Itulah iman Katolik yang satu, kudus, umum dan apostolik.

4.4. Visi Dasar Paroki St. Maria Immaculata Tabanan
            Paroki St. Maria Immaculata Tabanan memiliki Visi dasar yaitu: COMMUNIO/ PERSEKUTUAN UMAT BERIMAN YANG MELAYANI.” Dengan communion yang melayani Gereja Tabanan akan menjadi “kuat dan besar”. Kekuatan dan kebesaran tersebut lebih ditentukan oleh semangat pelayanan. Hal mana para gilirannya mengungkap diri dalam 4 tugas Gereja. Pertama, Tugas membangun jemaat sebagai communio gerejawi (koinonia). Tugas ini demikian sentral karenanya ia tidak boleh ditenggelamkan dalam aneka kegiatan lainnya yang selanjutnya harus diarahkan sebagai upaya-upaya pengembangan koinonia.
Kedua, Tugas mengembangkan pewartaan kesaksian iman (martyria). Koinonia hidup dari Sabda Allah dan bertugas mewartakan Sabda Allah itu serta melaksanakannya sedemikian rupa hingga menjadi kesaksian hidup.
Ketiga, Tugas mengembangkan ibadat (liturgy). Liturgy merupakan tanda kehidupan paroki yang kualitatif paling  mencolok. Karenanya liturgy harus diupayakan peningkatan pemahaman dan pengalamanny sehingga mencapai tujuannya, yakni menjadi sumber dan puncak kegiatan Gereja dalam arti yang tepat.
Keempat, Tugas mengembangkan pelayanan-pelayanan (diakonia). Sesungguhnya, disinilah bentuk penjabaran yang paling diharapkan dari apa yang disebut iman. Iman yang hidup harus mewujudkan dirinya dalam bentuk yang dapat diinderai oleh orang lain. Sudah saatnya Gereja Katolik Tabanan berpasti dalam iman akan penghayatan perintah baru yang Tuhan ajarkan kepada Gereja lewat perantaraan para rasulNya; “Sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.” (Yoh. 13:34-34). Di atas dasar ajaran Kristus itu Gereja Katolik Tabanan haruslah berani mewartakan dalam kata dan perbuatan kasih kristiani dan persaudaraan yang ikhlas.

4.5. Refleksi atas Perjalanan sejarah Penyebaran misi Katolik di Tabanan sampai terbentuknya Paroki St. Maria Immaculata Tabanan.
a). Panggilan dan Salib
Pengalaman para misionaris, pioner di Piling dan Penganggahan  yang berjalan kaki ke Tangeb untuk belajar dan mengenal Yesus tanpa kenal lelah menggugah kita untuk mencermati makna sebuah panggilan dan salib. Pertama, panggilan dan salib membawa kita kepada keselamatan. Sebagaimana salib Yesus Kristus membebaskan dan memulihkan manusia dari dosa. Maka barang siapa percaya pada Yesus Kristus dan memanggul salibnya akan memperoleh hidup kekal, tetapi barang siapa yang tidak taat pada Anak tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya (Yoh 3:36). Kedua, panggilan dan salib adalah kehendak Tuhan. Karena Tuhan sangat mencintai dunia, maka Ia memanggil siapa saja untuk bekerja di ladangNya. Yesus melaksanakan kehendak Bapa karena Ia dan Bapa adalah satu. Tidak ada seseorang pun yang melihat Bapa selain Dia (Yoh 14:7). Yesus melakukan ini bukan karena kehendak-Nya sendiri tetapi karena kehendak Bapa yang mengutus Dia (Yoh 5:19). Dan kehendak Bapa itu adalah Ia harus menderita, sengsara, dan wafat di kayu Salib. Sebab biji gandung harus jatuh ke tanah dan mati untuk menghasilkan banyak buah (Yoh 12:24). Untuk maksud inilah Yesus tidak berdoa kepada Bapa-Nya supaya Bapa menyelamatkan Dia dari kematian. Sebab dibalik salib terkandung sebuah rahmat Tuhan yang paling agung. Tuhan memilih salib, cara hidup yang dibenci, dihindari, ditolak untuk mencintai, dan mendatangkan keselamatan bagi seluruh dunia.  Keyakinan akan misteri salib ini yang menggugah para misionaris, perintis, dan umat pertama untuk mewartakan Yesus.
Ketiga, salib berarti Kristus Yesus adalah sumber hidup. Barang siapa bersatu dengan Yesus akan memperoleh hidup. Hidup yang dihadiahkan oleh Kristus. Dalam Dia ada hidup, dan dalam Dia ada terang untuk dunia. Maka siapa yang mendengar Dia tidak akan mati tetapi mendapat hidup (Yoh 2:25), siapa yang datang kepada-Nya memperoleh hidup (Yoh 6:35), yang melihat Dia akan hidup (Yoh 6:40), siapa yang makan tubuh-Nya, yang mengikuti-Nya memperoleh hidup (Yoh 8:20), dan minum darah-Nya akan memperoleh hidup (Yoh 6:54). Semua hal di atas mau mengatakan kepada kita tentang percaya. Hidup akan diberikan jika kita percaya di dalam Yesus Kristus. Sebab dalam kata percaya sudah termuat di dalamnya maksud yang terkandung di dalam kata melihat, mendengar, makan, dan minum.
keempat, salib adalah tanda cinta Tuhan. Tuhan adalah sumber cinta. Karena begitu besar kasih-Nya kepada dunia, Ia telah menyerahkan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal (Yoh 3:16). Yesus pun mengajarkan kepada kita untuk mengutamakan kasih. Cinta adalah kekhasan yang harus di miliki oleh setiap orang Kristen. Barang siapa mencintai Aku ia mencintai Bapa. Mereka harus mencintai satu sama lain. Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang menyerahkan nyawanya kepada sahabat-sahabatnya (Yoh 15:13). Salib yang adalah cinta telah menghadirkan keselamatan dan hidup kepada dunia.

b). Panggilan dan Gereja
            Secara teologis Gereja adalah umat Allah yang berziarah menuju rumah Bapa. Karena Gereja adalah umat Allah bukan sekedar bangunan, maka umat beriman yang percaya pada Yesus Kristus dan telah dibaptis harus ikut ambil bagian secara aktif dalam pewartaan dan pengalaman Injil melalui aneka macam bentuk pelayanan. Dalam hal ini Gereja telah menjadi sakramen keselamatan yang melayani anggotannya dan siapa saja. Sebagai sakramen keselamatan Gereja ingin menghadirkan Yesus Kristus dalam hidup mereka setiap hari dengan mewartakan kabar gembira. Sebagai organisme yang hidup ( Bdk 1 Kor 12:12) keanggotaan Gereja terdiri dari beberapa bagian yang berbentuk Hirarkis; Paus, Uskup, Imam, Biarawan/biarawati, dan awam. Semua ini dihimpun dalam nama Yesus dan dibimbing oleh Roh Kudus menuju kerajaan Bapa yang telah menerima warta keselamatan untuk kita siarkan kepada semua orang (GS art. 1).
            Barangkali karena kita saat ini hidup dalam suasana reformasi yang serba demokratis, kita menjadi begitu mudah kehilangan misteri komunitas di dalam Gereja. Kita sering banyak berbicara tentang komunitas namun lebih sering kita memusatkan pembicaraan pada kerjasama, susunan jabatan, dan rasa kebersamaan yang kita miliki dalam masyarakat pada umumnya. Kita lupa bahwa misteri kehidupan berkomunitas menjangkau lebih luas dari pada ini, dan bahkan lebih dari sekedar hubungan keterikatan yang diciptakan oleh bangsa kita seperti “Nasionalismeyang mampu menggerakkan masyarakat untuk secara sukarela berkorban, bahkan mengorbankan hidup mereka, demi mempertahankan dan memajukan bangsa dan negaranya. Dalam konteks iman para pioner di tengah keterbatasan mereka berani mengorbankan diri, tenaga, materi, pikiran meskipun sebagian besar dari mereka adalah orang-orang sederhana. Pengorbanan itu semakin terasa manakalah dijadikan sasaran cemoohan karena iman akan Yesus Kristus. Bersumber dari inspirasi syair sebuah lagu Pastor Seeberger SVD  mencoba menggambarkan makna sebuah pengorbanan seumpama seekor burung yang mau mengorbankan dirinya bagi kehidupan anak-anaknya. Bermula dari inspirasi ini maka Pastor Seeberger SVD membuat sebuah patung burung yang di tempatkan di atas Tabernakel.
            Gereja adalah tubuh Kristus dan kita adalah anggota-anggota tubuhNya yang satu[4]. Komunitas kita adalah komunitas yang terdiri dari anggota-anggota tubuh, satu dengan yang lain. Kita semua penting bagi satu sama lain; setiap anggota harus memainkan perannya dengan baik. Jika tidak, kematian akan merusak seluruh tubuh. Tak ada bagian tubuh yang bisa melepaskan diri dan pergi semaunya karena nanti ia akan mati[5].
            Meskipun panggilan kita adalah sesuatu yang dilakukan Tuhan atas kita, namun itu lebih dari biasa Ia lakukan bagi Gereja-Nya. Panggilan kita tidak hanya mengekspresikan cintaNya kepada kita masing-masing, namun juga cintaNya kepada GerejaNya. Ia memanggil kita demi kebaikan Gereja itu sendiri. ini berarti kita dipanggil untuk melayani dan menumbuhkembangkan Gereja (bdk. Am 7:15 “Pergilah dan bernubuatlah kepada umat Ku Israel”). Kita melakukan semuanya itu dengan berusaha menjadi kudus dan dengan mempersembahkan diri kita dalam karya kerasulan Gereja itu sendiri. kita harus mencari apa yang baik untuk Gereja itu sendiri tanpa ambisi pribadi[6]. Bahkan para rasul pun merasakan adanya dorongan ambisi pribadi. Yakobus dan Yohanes meminta ibu mereka untuk mengabulkan permintaan mereka. Petrus dan para rasul lainnya mara kepada mereka, karena keinginan untuk menjadi lebih tinggi dari yang lain. Yesus Kristus berpesan kepada kita bahwa panggilan bukanlah untuk kepentingan kita sendiri. itu adalah sebuah panggilan untuk melayani dan lebih penting lagi, itu adalah panggilan kepada salib. kita tidak bisa melayani Kristus sembari memikirkan dan mengkwatirkan diri kita sendiri.

c). Kuasa Allah dan persekutuan umat ( Kis 2:41-47).
            Umat Tabanan yang sebelumnya hanyalah sebuah kelompok sporadis kini telah menjadi umat Paroki St. Maria Immaculata Tabanan. Terbentuknya Paroki St. Maria Immaculata Tabanan menunjukkan bahwa telah diakui secara defenitif oleh Uskup sebagai himpunan umat beriman yang ada diwilayah teritorial tertentu yang berada di bawah Uskup sebagai kepada ordinaris wilayah. Jadi Paroki adalah bagian terkecil dari Gereja lokal yang terdiri atas; adanya daerah, jemaat yang berkumpul secara tetap, gereja Paroki, dan pastor yang melayani semua kepentingan rohani umat. Apakah dengan terbentuknya Paroki St. Maria Immaculata Tabanan sudah mencapai sebuah gambaran Paroki yang ideal? Jawabannya tentu bermacam-macam bisa ya dan tidak. Tetapi sebagaimana organisme terus bertumbuh dan berkembang sangat diharapkan bahwa pertumbuhan Paroki St. Maria Immaculata Tabanan menuju kepada kesempurnaan seperti yang dikehendaki Allah.
            Jika kita kembali melihat perjalanan awal misi penyebaran agama Katolik di Tabanan, Apa yang membedakan gereja perdana dan gereja perdana Tabanan dengan gereja masa kini pada umumnya? Gereja mula-mula penuh dengan keterbatasan tetapi mampu memberikan pengaruh yang luar biasa di lingkungannya pada zamannya.
            Kehadiran Gereja mula-mula di dunia ini membawa dampak yang besar dan itu tampak dalam 3 fenomena. Pertama, walaupun mereka merupakan komunitas kecil, tetapi orang luar sangat menghargai mereka. Kedua, dalam keterbatasan mereka, mereka mampu menarik banyak orang untuk percaya kepada Yesus. Ketiga, mereka mampu membagikan kasih kepada banyak orang dengan apa yang mereka lakukan. Secara manusiawi ketiga hal ini mustahil bisa dimiliki oleh sekelompok kecil orang. Namun kenyataannya mereka memilikinya. Adapun rahasia ledakan yang dibawah oleh gereja mula-mula terletak pada dua hal. Gereja mula-mula mampu mempengaruhi dunianya karena adanya kuasa Allah di tengah-tengahnya. Selain itu persekutuan mereka yang intensif sebagai tubuh Kristus juga menjadi rahasia pengaruhnya.
            Apabila dua hal di atas dimiliki juga oleh kita, Gereja yang hidup di masa kini maka kita akan bangkit dari kemandekan. Secara umum Gereja sekarang mulai tertidur. Kita sibuk dengan program-program rutin Gereja sehingga melupakan hal penting itu. Kita melayani Allah tetapi tidak mengalami kuasaNya. Kita selalu berkumpul di dalam gedung gereja, tetapi tidak membangun persekutuan. Kita harus bangkit kembali dengan mengalami kausa Allah dan memelihara persekutuannya.

d). Kedekatan antara gembala dan umat.
Sebagai gembala umat, kehadiran Imam seorang imam sangat dibutuhkan di tengah-tengah umat. Kehadirannya bukan hanya kehadiran fisik tetapi berdaya guna; berisi dan bermakna. Yesus dalam Mat 11:5-6 mengatakan “Pegilah dan katakanlah kepada Yohanes apa yang kamu dengar dan kamu lihat: orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik. Dan berbahagialan orang yang tidak menjadi kecewa dan menolak Aku”. Inilah makna dari kehadiran Imam. Kehadiran yang menyembuhkan dan memiliki daya aktual. Kehadirannya adalah suatu ungkapan kasih. Imam harus menyediakan waktu dan perhatian kepada umat yang membutuhkan. Akan tetapi cukup banyak Imam mengalami kesulitan bertindak tepat dan benar sesuai dengan kebutuhan umat. Kehadirannya dangkal, dirasakan sesaat, dan kemudian lenyap. Imam merasa kecewa, sakit hati, marah dan tidak peduli, sebab seringkali merasa kehadirannya tidak membawa perubahan. Dilema antara makna kehadirannya yang menyerupai Yesus Kristus dan keterbatasan diri. Inilah salib seorang Imam.
Imam harus mampu memahami kebutuhan umat, menanggapi keinginan mereka, menangkap soal-soal yang tidak dapat mereka ungkapkan, ikut merasakan harapan dan dambaan-dambaan mereka, kegembiraan serta beban-beban hidup. Akan tetapi hal ini sulit dilakukan karena kehadirannya tidak menyeluruh. Banyak yang suka di Pastoran dan bergaul dengan kelompok tertentu.      

E). Gereja Paroki St. Maria Immaculata Tabanan harus Inklusif
Gereja perdana di Tabanan sejak awal selalu inklusif , diakui dan diterima masyarakat setempat . Hal ini juga didukung karena banyaknya umat yang berperan serta dan atau memiliki hubungan yang baik dengan pemerintahan. Hubungan Pastor Paroki dengan pemerintah dan masyarakat desa juga sangat baik. Gereja pandai melakukan inkulturasi budaya dan sosial sehingga melebur dalam masyarakat Bali. (misal : pembangunan Gereja yg ber-style Bali, Pastor rajin belajar Bahasa Bali).
Saat ini Gereja Katolik St. Maria Immaculata Tabanan mengalami tantangan besar berkaitan dengan sikap Inkulusif yang didengung-dengungkan pada zaman post-modernisme. Gereja Katolik menyakini bahwa kepenuhan keselamatan ada dalam Yesus Kristus yang diimaninya. Itu berarti Gereja adalah satu-satunya keselamatan yang sempurna. Hal ini tidak berarti bahwa Gereja mengatakan yang lain tidak memiliki keselamatan. Agama lain juga menghadirkan keselamatan tetapi tidak sempurna karena hanya memiliki benih atau potensi keselamatan. Pandangan ini tentu berbeda dengan padangan dalam zaman Post-modernisme. Saat ini kita telah memasuki era post-modernisme. Salah satu slogan yang cukup sering kita dengar dalam zaman ini adalah pluralisme. Bagaimana post-modernisme berbicara tentang agama-agama yang ada saat ini? Salah satu ciri khas zaman post-modernisme hilangnya keserbatunggalan dan hilangnya sebuah kepastian terhadap suatu kebenaran. Maka kebenaran dan keselamatan tidak lagi dihayati oleh/ kepercayaan tertentu tetapi kebenaran dan penghayatan terbentuk dari hubungan, interaksi, dan ketergantungan terhadap setiap bidang yang ada di sekelilingnya. Itulah sebabnya dalam pemikiran zaman modern tidak ada klaim kebenaran oleh suatu agama. Dalam pemikiran post-modernisme terbuka pintu diskusi dan penghargaan terhadap berbagai keyakinan atau agama. Penghargaan terhadap keyakinan atau agama membuka sikap dan pemahaman akan pluralisme agama dan budaya. Pluralisme agama berarti sikap penghargaan akan keunikan dari masing-masing agama dalam tingkatan yang setara yang mana setiap agama memiliki jalan keselamatan. Salah satu contoh sikap pluralisme adalah  sering kali kita kemukakan bahwa “semua agama baik kok”. Dalam hal ini persoalan yang dikemukan oleh zaman post-modernisme bukan lagi apakah agamaku yang paling benar tetapi apakah dalam penghayatan iman agamaku, aku dapat membuktikan kebenaran bahwa Allah menghadirkan keselamatan kepada sesama dan seluruh ciptaan?
            Salah satu segi positif dari post-modernisme adalah kita tidak bersikap eksklusif dan tidak bersikap superioritas terhadap agama lain. Tetapi kita diajak untuk bersikap rendah hati dan mau belajar dari kekayaan spiritual berbagai agama dan keyakinan agama yang ada di sekitar kita, komprehensif, dan holistik. Itu bearti mengatasi pemahaman kita yang sempit dan dangkal. Tetapi ada sisi lain yang perlu kita sikapi dengan cermat dan bijaksana dalam zaman post-modernisme adalah makna kebenaran hanya terwujud dalam interaksi dengan agama dan kepercayaan lain sehingga kita sebagai umat Katolik menjadi sibuk mencari interaksi kebenaran yang sifatnya eksternal belaka. Akibatnya kita memahami agama kita secara sinkretisme atau relatif atau tidak komprehensif. Padahal yang dibutuhkan bahwa kita harus mengenal dan menghayati iman kita dengan baik. Makna kebenaran dan keselamatan kekal tidaklah cukup hanya dilihat dalam interaksi secara eksternal dengan keyakinan atau kepercayaan lain tetapi juga keyakinan atau kepercayaan perlu dilihat dalam interaksi secara internal dalam hubungan kita secara pribadi dengan Yesus Kristus. Jadi tidak mungkin kita mengalami perjumpaan dengan Kristus, ketika kita memandang Dia dengan sikap relatif atau sikap yang tidak pasti. Justru kita akan memberikan perhatian dan kasih yang tulus kepada sesama, serta penganut agama di sekitar kita. Ketika kita secara eksistensial memiliki hubungan yang sangat pribadi dan khusus dengan Tuhan Yesus, kita dipanggil mengasihi Kristus dan percaya kepadaNya sebagai satu-satunya jalan keselamatan. Iman Kristus yang mendalam ini akan termanifestasi dalam sikap rendah hati, belajar terbuka terhadap kebenaran yang ada di sekitar kita. Fanatisme terhadap suatu agama, karena spiritualitas iman yang dibangun akan dapat diatasi dengan spiritulitas iman berdasarkan anugerah dan hubungan kasih dengan Allah. Itulah sebabnya iman Katolik meminta kita untuk mencapai hal yang paling mendasar dalam membangun kualitas hubungan atau relasi personal dengan Yesus Kristus.
            Rasul Paulus Roma 15:5-6 meminta kita untuk menghadirkan keadaan syalom dalam hubungan dengan siapa saja “ Semoga Allah yang adalah sumber ketekunan dan penghiburan mengaruniakan kerukunan kepada kamu, sesuai dengan kehendak Yesus Kristus sehingga dengan satu hati dan satu suara memuliakan Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus”. Makna kerukunan yang dimaksudkan rasul Paulus bukan dimaksudkan suatu keadaan harmonis yang sifatnya internal dalam komunitas jemaat melainkan menerima beberagaman; seperti  suku ras/etnis, agama, kebudayaan, tingkat pendidikan, dan ekonomi yang didasarkan pada kasih Kristus. Dan kemudian dilanjutkan pada ayat 7 yang berbunyi; “sebab itu terimalah satu akan yang lain, sama seperti Kristus telah menerima kita untuk memuliakan Allah”.






[1] A Kenneth Curtis, Stephen Lang, dan Randi Petersen, 100 Peristiwa Penting dalam Sejarah Kristen, Jakarta: Immanuel, 1999, hlm. 30
[2] Saya akan senang sekali , jika mulai sekarang kita bersahabat dan orang datang kepelabuhan ini untuk berdagang. Sayapun akan senang sekali jika imam-imam datang kesini agar siapa saja yang menghendaki dapat memeluk agama Kristen
[3] Bdk. Karel Steenbrink, Orang-Orang Katolik di Indonesia (1808-1942), Jilid 1, Maumere: Ledalero, 2003, hlm 298-301
[4] Bdk. 1 Kor 12:12-14 “Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh, demikian pula Kristus. Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum dari satu Roh. Karena tubuh juga tidak terdiri dari satu anggota, tetapi atas banyak anggota”.

[5]  Yoh 15: 4 “Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku”.

[6] Bdk. Mat 20: 21b-23.28 Kata Yesus: "Apa yang kaukehendaki?" Jawabnya: "Berilah perintah, supaya kedua anakku ini boleh duduk kelak di dalam Kerajaan-Mu, yang seorang di sebelah kanan-Mu dan yang seorang lagi di sebelah kiri-Mu." Tetapi Yesus menjawab, kata-Nya: "Kamu tidak tahu, apa yang kamu minta. Dapatkah kamu meminum cawan, yang harus Kuminum?" Kata mereka kepada-Nya: "Kami dapat." Yesus berkata kepada mereka: "Cawan-Ku memang akan kamu minum, tetapi hal duduk di sebelah kanan-Ku atau di sebelah kiri-Ku, Aku tidak berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa Bapa-Ku telah menyediakannya."....... sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang."


Tidak ada komentar:

Posting Komentar